0
Balaghah
Posted by Unknown
on
3/01/2015
in
Pengetahuan
Tugas kelompok
MAKALAH BALAGHAH
( Al-Majaz Al-Murzal (al-tasybih wa
arkanuhu) )
Oleh
:
Muh.
Tahir Baddu F411 1
Martina
F411 12 007
Salma
Landu F411 12 253
JURUSAN
SASTRA ASIA BARAT
FAKULTAS
SASTRA
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
TAHUN
AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan
atas kehidarat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pada yang telah
ditentukan. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada Rasulullah
Shallallahu‘alaihi wa sallam, sebagai panutan yang terbaik dalam kehidupan.
Pada kesempatan ini, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang telah ikut
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada dosen mata kuliah
“Balaghah” yang telah memberikan berbagai arahan sekaligus berbagi ilmu, kepada
kedua orang tua yang senantiasa mendukung dan mendoakan, kepada keluarga yang
selalu menyemangati, kepada teman-teman yang memberi masukan dan selalu menemani,
serta rekan-rekan lain yang namanya tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi balasan yang baik atas segala bantuan
yang telah diberikan.
Akhir kata kami mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca sekalian, agar penulis dapat memperbaiki tulisan ini.
Karena tidak ada manusia yang tidak luput dari salah, serta tidak ada pula
manusia yang sempurna. semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.
Penyusun, 27 November 2014
Kelompok
X
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam Bahasa Arab dikenal 3
istilah ilmiah yaitu : Al-Fashahah (tampak dan jelas), Al-Balaghah (sampai
dengan indah dan jelas), dan Al-Ushlub (cara atau metode yang tersusun). Satu
disiplin ilmu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat indah dan sangat
sarat akan makna itu adalah balaghah.
Balaghoh merupakan suatu disiplin
ilmu yang berdasarkan kepada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan
dan kejelasan perbedaan yang samar diantara macam-macam uslub ( ungkapan ).
Balaghah berasal dari balagho yang berarti mencapai target. Jadi, Balaghah
secara etymology berarti mencapai target serta tujuan dari sebuah ucapan yang
indah dan fasih.
Mengenal Balaghah berarti
mengenal kehidupan bangsa Arab serta mengetahui mutu peradaban dan kemajuan
akal orang orang Arab yang kemudian dilanjutkan oleh Islam. Karena
balaghah adalah seni keindahan bahasa Arab, sebagaimana juga bangsa lain yang
mempunyai seni keindahan dalam bahasa mereka.
Dalam makalah ini penyusun lebih
terfokus kepada pembahasan Tasybih dan Majaz. Tasybih termasuk uslub bayan yang didalamnya terdapat penjelasan
dan perumpamaan. Tasybih merupakan langkah awal untuk menjelaskan suatu makna
dan sarana untuk menjelaskan sifat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud Ilmu Bayan?
2.
Apa saja
aspek-aspek dalam Ilmu Bayan?
3.
Apa yang
dimaksud dengan Majaz?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Ilmu Bayan.
2.
Untuk
mengetahui aspek-aspek dalam Ilmu Bayan.
3.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Majaz.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ilmu Bayan
Menurut istilah البيان berasal dari kata بَيَّنَ yang artinya “ jelas atau menjelaskan”. dalam penggunaanya, menurut
bahasa menunjukkan arti الانكِشاف yang artinya membuka atau menyatakan,
serta الوضوح (jelas).
Sedangkan
التبين
berarti الايضاح,
berdasarkan pada firman Allah SWT (QS. Ibrahim, 4).
وَمَا
اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا بِلِسَانٍ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
“Kami
tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia
dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka”.
Sedangkan
Al bayan menurut istilah Ilmu balaghah adalah:
اصول و قواعد يعرف بها إيراد المعنى الواحد بطرق
مختلفة بعضها من بعض – فالمعنى الواحد هو يستطاع أداؤه باسالب مختلفة.
“Al-bayan
adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan sebuah pikiran dengan
cara yang bermacam-macam, yang dimaksud dengan Al-makna Al-wahid adalah satu
pemikiran, namun dapat disampaikan dengan beberapa gaya bahasa”
B.
Ada
5 aspek keindahan bahasa dalam ilmu Bayan, yakni:
1.
Al-Tasybih ( perbandingan atau penyerupaan )
a.
Pengertian Tasybih
Tasybih yaitu
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, dikarenakan ada titik kesamaan
diantara keduannya. Seperti contoh berikut ini:
اَلْعِلْمُ كَا
انُّوْرِ فِي الهِدَايَةِ
Artinya: “Ilmu
itu seperti cahaya dalam sifatnya memberi petunjuk”.
b.
Rukun-rukun Tasybih (أَرْكَانُ
التشبه)
Suatu ungkapan
dinamakan Tasybih jika memenuhi rukun-rukun berikut:
1.
Musyabah (المشبه),
yaitu sesuatu yang hendak diserupakan.
2.
Musyabah bih (المشبه به),
sesuatu yang diserupai, kedua unsur ini disebut Thorafai Tasybih (kedua pihak
yang diserupakan).
3.
Wajhu al-Syabah (وجه الشبه),
yaitu sifat yang terdapat pada kedua pihak itu.
4.
Adat al-Tasybih (أداة التشبيه),
yaitu huruf atau kata yang digunakan untuk menyatakan penyerupaan.
Contoh:
اَلْعِلْمُ كَا
انُّوْرِ فِي الهِدَايَةِ
Ø Musyabbah
berupa lafadz العِلْمِ
Ø Musyabbah bih
berupa lafadz النورُ
Ø Adat tasybih
berupa huruf ك
Ø Wajahu syabah
berupa lafadz الهِدَايةُ
c.
Tujuan Tasybih (أَغْرَاضِ
التشبه)
Secara
umum tujuan tasybih ialah untuk menjadikan suatu sifat lebih mudah diindera.
Adapun secara terperinci tujuan-tujuan tasybih ialah:
1.
Bayaan miqdaar al-shifat
(menjelaskan kualitas sifat)
2.
Taqriir al-shifat (meneguhkan
sifat)
3.
Tahsiin al-musyabbah
(memperindah musyabbah penyerupaan)
4.
Taqbiih al-musyabbah
(memperburuk musyabbah atau penyerupaan)
5.
Tashwiir al-musyabbah bi
shuurah al-tha’riifah Itsbaat qadhiyyah al-musyabbah (penggambaran penyerupaan mengenai pengertian atau penjelasan
dan ketentuan musyabbahah atau penyerupaan)
2. Al-Hakiki
(makna yang sebenarnya)
a.
Secara harfiyah : “makna yang selayaknya atau
yang sebenarnya”.
b.
Menurut Istilah ilmu retorika: “kata yang
dipakai dalam kalimat menurut arti yang sebenarnya”.
3. Al-Majazi (makna kiyasan)
a.
Pengertian
Majas adalah lafaz-lafaz yang digunakan pada
arti bukan semestinya karena ada hubungan beserta adanya qarinah (petunjuk)
yang mencegah dari arti yang lalu (asli).
Contoh:
فُلَانٌ
يَتَكَلَّمُ بِالدُّوْرُرِ
Artinya: “Fulan berbicara dengan
mutiara-mutiara (kata-kata yang fasih).
Maka kata-kata
“الدُّوْرُ”
dipergunakan tidak dengan arti yang sebenarnya. Karena arti aslinya adalah
mutiara, kemudian dialihkan dengan pengertian kata-kata yang fasih karena ada
hubungan keserupaan antara keduanya yaitu sifat bagus “indah”.
b.
Pembagian
Majas
Ø Majaz lughawi
Majaz lughawi adalah lafadz yang digunakan bukan makna sebenarnya, karena ada hubungan
disertai karinah yang mencegah peletakkan makna sesungguhnya. Karinah
adalah kata yang mencegah peletakkan makna asli.
قَامَت تُظَلِّلُنِي مِن الشَّمسِ نَفسٌ أحَبُّ إليَ مِن نَفسِي
قَامَت تُظَلِّلُنِي وَمِن عَجَبٍ شَمسٌ تُظَلِّلُنِي مِن الشَّمسِ
“Telah berdiri menaungiku
dari teriknya matahari, seorang yang lebih aku cintai daripada diriku sendiri.
Ia telah menaungiku, amat mengherankan, bila ada matahari menaungiku dari
teriknya matahari”
Kata assyamsu pada baris kedua bait
kedua menyatakan dua makna. Makna pertama adalah makna majazi berarti orang
yang bercahaya wajahnya, yang menyerupai kecemerlangan matahari, sedang makna
kedua adalah makna hakiki, yakni matahari yang ada di langit. Bila
diperhatikan, makna majazi dan makna hakiki ini berkaitan. Kaitan/hubungan
kedua makna tersebut disebut dengan musyaabahah (saling menyerupai).
Ø Majaz Mursal
Majaz al-mursal yaitu adalah kata yang digunakan bukan pada makna asal, karena
tidak ada hubungan musyabahah, dan karinahnya menghalangi pemahaman
makna asli. Adapun bagian
majas murzal adalah sebagai berikut:
1.
Sababiyah
(السببية) : menyebutkan sebab sesuatu sedangkan
yang dimaksud adalah sesuatu yang disebabkan.
Contoh:
عُظُمَتْ يَدُ فُلَانٍ عِنْدِيْ
Artinya: “ tangan fulan, besar padaku”.
Yang
dimaksud dengan tangan di situ adalah nikmatnya yang disebabkan oleh tangannya.
2.
Musabbabiyah
(المسببية) : menyebutkan sesuatu yang disebabkan
sedangkan yang dimaksud adalah sebabnya.
Contoh:
اَمْطَرَتِ السَّمَاءُ نَبَاتًا
Artinya: “langit telah menurunkan
tumbuh-tumbuhan”.
Maksudnya “hujan” yang mengakibatkan
tumbuh-tumbuhan.
3.
Juziyah
(الجزئية) : menyebutkan bagian dari sesuatu
sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhannya.
Contoh:
اُرْسِلَتِالعُيُوْنُ لِتَطْلُعَ عَلَى أَحْوَالِ العَدُوِّ
Artinya:
“aku telah mengirim beberapa mata untuk mengawasi keadaan musuh”.
Yang dimaksud dengan beberapa mata
adalah “mata-mata”.
4.
Kulliyah
(الكلية) : menyebutkan sesuatu keseluruhannya
sedangkan yang dimaksud adalah sebagian.
Contoh:
firman Allah
يَجْعَلُوْنَ أَصَا بِعَهُمْ فِى اذَا نِهِمْ
Artinya: “mereka menjadikan jari-jari mereka dalam telinga-telinga
mereka”.
Maksud “jari-jari” di situ adalah
ujung-ujungnya.
5.
Melihat
apa yang telah ada/terjadi (اعْتِبَارِ
مَا كَانَ) : menyebutkan sesuatu
yang telah terjadi sedangkan yang dimaksud adalah yang akan terjadi atau yang
belum terjadi.
Contoh:
firman Allah
وَاتُوْا اليَتَامَى أَمْوَالَهُمْ
Artinya:
“berikanlah kepada anak-anak yatim itu, harta-harta mereka”.
Maksudnya
yaitu yatim-yatim telah baligh.
6.
Melihat
yang akan ada/terjadi (اعْتِبَارِ
مَا يَكُوْنُ) : menyebutkan sesuatu
dengan keadaan yang akan terjadi sedangkan yang dimaksudnya adalah keadaan
sebelumnya.
Contoh:
firman Allah
اِنِّىْ اَرَانِىْ اَعْصِرُ خَمْرًا
Artinya:
“sesungguhnya aku bermimpi memeras khamar”.
Yang
dimaksud dengan “khamar” adalah anggur.
7.
Berdasarkan
tempat (المَحَلِيَّةِ) : menyebutkan tempat sesuatu sedangkan
yang dimaksud adalah yang menempatinya.
Contoh:
قَرَّرَ المَجْلِسُ ذلِكَ
Artinya:
“majlis telah memutuskan hal itu”.
Yang
dimaksud dengan “majlis” adalah anggota-anggotanya.
8.
Melihat
yang bertempat (الحَلِّيَّةِ) : menyebutkan keadaan sesuatu sedangkan
yang dimaksud yang menempatinya.
Contoh:
firman Allah
فَفِيْ رَحْمَةِ الَّهِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
Artinya:
“maka dalam rahmat Allah mereka kekal di dalamnya”.
Maksud
dari “rahmat” adalah syurga.
Ø Majaz Aqli
Menyandarkan fi’il atau kata yang serupa kepada apa yang bukan
perbuatannya. Karinahnya seperti majaz lughawi, yakni menghalangi
peletakkan/penyandaran makna sebenarnya. Penyandaran dari majaz aqli adalah
penyandaran pada sabab fi’il, waktu fi’il atau mashdarnya, atau penyandaran
fa’il pada maf’ulnya, atau sebaliknya maf’ul pada fa’ilnya.
نَهَارُ الزَّاهِدِ صَائِمٌ
وَلَيلُهُ قَائِمٌ
“Siangnya Zahid berpuasa dan malamnya berdiri (shalat)”.
Dalam syair ini, puasa disandarkan kepada siang, bukan kepada Zahid di mana
ia adalah pelaku. Padahal siang itu tidak berpuasa yang berpuasa adalah orang
yang hidup pada siang itu. Dan berdiri shalat disandarkan kepada malam. Padahal
malam itu berdiri, tap yang berdiri adalah orang yang shalat pada malam itu.
Jadi, pada syair ini fi’il/kata yang serupa dengannya disandarkan pada kata
yang bukan tempat sandaran sebenarnya. Penyandaran majaz aqli dalam
syair ini adalah waktu fi’il.
4. Al-Kinayah
(kata atau kalimat sindiran)
a)
Secara harfiyah : “sindiran atau menyebutkan
sesuatu perkataan dengan maksud yang lain.”
b)
Menurut Istilah ilmu retorika, ialah ; “lafazh
yang diucapkan atau digunakan dan dimaksudkan dengan lafazh itu pengertiannya
yang lain serta boleh pula pengertian yang sebenarnya.”
5. Pengaruh ilmu
Bayan (dalam retorika bahasa)
Dari pembahasan
ilmu bayan yang telah dijelaskan di depan yang meliputi aspek ilmiah bahasa
(al-fasahah, al-balaghah dan al-uslub), juga aspek keindahan bahasa (al-tasbih,
al-hakiki, al-majazi, dan al-kinayah) semuanya memberikan pengaruh yang besar dalam
penyampaian teks/kalam dalam aneka bentuk/sighat kebahasaan.
Seseorang akan
menjadi penulis/penyair/ahli pidato yang dianggap kreatif, baik, terkenal dan
masyhur hanya dengan menguasai kajian kebahasaan di atas. Keahlian ini bisa
diawali dengan membaca syair-syair, kitab sastra dan dan mempelajari bentuk
keunikan lafazh dan susunan yang terkandung dalam kalimat.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Tasybih yaitu
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, dikarenakan ada titik kesamaan
diantara keduannya. Sedangkan, majas al-mursal
yaitu adalah kata yang digunakan bukan pada makna
asal, karena tidak ada hubungan musyabahah, dan karinahnya menghalangi
pemahaman makna asli. Adapun
rukun-rukun tasybih yaitu, musyabah, musyabah bih, dan wajhu al-Syibh, adat
al-Tasybih. Sedangkan tujuan tasybih ialah,
bayaan miqdaar al-shifat, taqriir al-shifat, tahsiin al-musyabbah, taqbiih
al-musyabbah, tashwiir al-musyabbah bi shuurah al-thariifahItsbaat qadhiyyah
al-musyabbah. Pada majas murzal terdapat sababiyah, musabbabiyah,
juziyah kulliyah, melihat apa yang telah terjadi, melihat yang akan terjadi,
berdasarkan tempat, serta melihat yang bertempat.
Kami sebagai pemakalah sadar bahwa segala sesuatu tiada yang
sempurna, begitupun dengan penyusunan makalah ini. Maka dari itu sekiranya
pembaca dapat memberikan masukan berupa kritik atau saran, sehingga menjadi
rujukan bagi kami sebagai pemakalah untuk pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dayyab, Hifni Bek. Dkk. 1991. “Kaidah Tata-Tata Bahasa Arab”.
Jakarta : Darul Ulum Press.
Yulianto, Joko Adi. 2010. “Tasbih Arkanuhu wa Anwa’uhu”.